Langsung ke konten utama

Pernah dan Masih


Saya pernah mencintai kamu. Saya pernah menulis tentang kamu. Saya masih ingat dengan detail semua tentang kamu. Bahkan saya pernah menyebut namamu dalam do'a. Begitu adanya, dari dulu sekali. Saya pernah mengagumimu, menyayangimu, hingga saya sadar apa-apa tidak harus dimiliki.

Sayangnya, beberapa orang mengira kepedulian saya terhadap orang lain adalah bentuk dari sesuatu bernama rasa.
Padahal tidak sama sekali. Kadang-kadang saya hanya menginginkan hubungan baik dalam pertemanan. Tapi, mungkin cara saya yang salah.

Hingga sampai sekarang saya sadar, saya masih merindukan kamu. Ternyata berpura-pura tidak semenyenangkan itu. Benar kata temanku, "seringkali kita menanyakan seseorang, mengatakan suka dengan seseorang, padahal dalam hati tidak sama sekali."

Saya sampai berandai-andai, seandainya saya diberi kesempatan berjumpa dengan kamu. Mungkin, waktu itu adalah waktu yang tepat untuk mengatakan, "iya kamu benar, saya terlalu keras kepala. Masa lalu tidak akan bisa diperbaiki. Tidak semua laki-laki akan berakhir menyakiti. Saya saja yang belum siap, kenangan itu membekas. Padahal, saya memang butuh kamu, bukan cuma sesosok kamu."

Jangankan menanyakan kabarmu, menghubungimu lewat apa saja saya tidak tahu, kecuali cara paling jitu, mendoakanmu. Sialan, kamu sekarang apa kabar?


~Aroma

Yogyakarta, 13 Februari 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kok jatuh lagi?

Sudah susah jatuh cinta, sekalinya jatuh pada orang yang salah alias tidak mencintai balik itu sama seperti sudah jatuh, eh malah tertimpa durian. Sakit. Mau mengutuk diri sendiri. Aku benci dengan rasa ini, mengapa harus jatuh dan nyaman pada seseorang yang bukan tempatnya untuk pulang. Aku membutuhkanmu, denganmu aku merasa tenang dan menjadi lebih baik. Tawaku ada bersamaan dengan tawamu. Tapi, aku terlalu cepat menaruh rasa. Kebenaran yang mutlak, apapun itu kalau terlalu dikejar dia akan lari. Maka, apakah sepantasnya aku harus mengikhlaskan lagi? Kau tahu? Berat rasanya menjalani hari-hari tanpa adanya tempat untuk bertukar cerita. Tidak adalagi yang bertanya bagaimana hariku, tidak ada lagi ceritaku yang harusnya ku ceritakan denganmu. Aku benci jatuh cinta, jika harus jatuh, lalu dipaksa mengikhlaskan kamu untuk yang lain, lagi. Ini bukan satu dua kalinya. Berkali-kali. Aku selalu mengalah atas nama demi orang lain. Sakit ini seperti sakit yang sembuh karena ditutup oleh sakit ...

Beradu

Sejak malam itu saya belajar banyak hal. Selamat anda berhasil membuat saya merasa baik-baik saja. Tidak ada yang salah, kecuali sesuatu yang berlebihan. Dan cara anda mengajari saya benar-benar manjur. Kalimat-kalimat klise yang biasa dituliskan di mana-mana adalah benar. Yang patah tumbuh Yang hilang berganti Yang hancur lebur akan terobati Yang sia-sia pasti akan bermakna Yang dicari hilang Yang dikejar lari Yang masih banyak lagi Yang entah itu baik atau buruk. Semua harus pas pada porsinya, maka cukup. Itu enak sekali. Satu-satunya cara untuk melawan ketakutan adalah berani mencobanya, apapun itu. Saya pribadi takut sekali patah hati. Bagaimanapun caranya saya harus menjaga hati saya dengan sebaik-baiknya. Tapi cara saya ternyata salah. Darimana saya tahu itu salah? Hati saya yang bilang, hati saya menolak, hati saya memberontak, "Tidak begini caranya, ini merugikan sebelah pihak" Berpura-pura tidak peka atas perasaan orang lain adalah tindakan jahat yang berulang kali p...

Rumut tetangga selalu terlihat lebih hijau

Pada kenyataanya apa yang terlihat dan tak dimiliki selalu terasa indah dan menggiurkan. Sepertinya yang kita miliki tak ada arti. Kita selalu sibuk membanding-bandingkan apa yang kita miliki dengan sesuatu yang nampak dari orang lain. Begitu selalu. Hingga kita lupa, bahwa bisa bangun dan bernafas saja itu patut kita syukuri.  Hari-hari berlalu, sejak keputusan berat itu di bukan Februari aku banyak belajar. Bahwa masalah tidak pernah usai, sebab hidup itu sendiri merupakan masalah. Aku sering bertanya kepada Tuhan, "Tuhan mengapa aku? Tidakkah kau berniat memberiku waktu jeda untuk bernafas lega tanpa memikirkan sesuatu?" Terus begitu. Semakin aku bertanya Tuhan selaku menjawab dengan ujian lagi dan lagi. Yang awalnya terasa berat tidak terasa bisa ku lewati. Apapun, apapun itu ujiannya. Semua terasa berat diawal. Kita sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan itu seolah nyata. Kadang aku berpikir, bisa tidak mengerti aku saja meski sebentar. B...