Saya pernah mencintai kamu. Saya pernah menulis tentang kamu. Saya masih ingat dengan detail semua tentang kamu. Bahkan saya pernah menyebut namamu dalam do'a. Begitu adanya, dari dulu sekali. Saya pernah mengagumimu, menyayangimu, hingga saya sadar apa-apa tidak harus dimiliki.
Sayangnya, beberapa orang mengira kepedulian saya terhadap orang lain adalah bentuk dari sesuatu bernama rasa.
Padahal tidak sama sekali. Kadang-kadang saya hanya menginginkan hubungan baik dalam pertemanan. Tapi, mungkin cara saya yang salah.
Hingga sampai sekarang saya sadar, saya masih merindukan kamu. Ternyata berpura-pura tidak semenyenangkan itu. Benar kata temanku, "seringkali kita menanyakan seseorang, mengatakan suka dengan seseorang, padahal dalam hati tidak sama sekali."
Saya sampai berandai-andai, seandainya saya diberi kesempatan berjumpa dengan kamu. Mungkin, waktu itu adalah waktu yang tepat untuk mengatakan, "iya kamu benar, saya terlalu keras kepala. Masa lalu tidak akan bisa diperbaiki. Tidak semua laki-laki akan berakhir menyakiti. Saya saja yang belum siap, kenangan itu membekas. Padahal, saya memang butuh kamu, bukan cuma sesosok kamu."
Jangankan menanyakan kabarmu, menghubungimu lewat apa saja saya tidak tahu, kecuali cara paling jitu, mendoakanmu. Sialan, kamu sekarang apa kabar?
~Aroma
Yogyakarta, 13 Februari 2020
Komentar
Posting Komentar